Sejarah Baitul Maal dari Masa ke Masa 3


Sejarah Baitul Maal dari Masa ke Masa 3

Masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam (1-11 H/622-632 M)

Baitul Mal dalam arti terminologisnya seperti diuraikan di atas, sesungguhnya sudah ada sejak masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) pada Perang Badar (Zallum, 1983). Saat itu para shahabat berselisih paham mengenai cara pembagian ghanimah tersebut sehingga turun firman Allah SWT yang menjelaskan hal tersebut:

‘Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, Harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.‘ (QS Al Anfaal : 1)

Dengan ayat ini, Allah menjelaskan hukum tentang pembagian harta rampasan perang dan menetapkannya sebagai hak bagi seluruh kaum muslimin. Selain itu, Allah juga memberikan wewenang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam untuk membagikannya sesuai pertimbangan beliau mengenai kemaslahatan kaum muslimin. Dengan demikian, ghanimah Perang Badar ini menjadi hak bagi Baitul Maal, di mana pengelolaannya dilakukan oleh Waliyyul Amri kaum muslimin yang pada saat itu adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sendiri sesuai dengan pendapatnya untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin (Zallum, 1983).

Pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ini, Baitul Maal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Maal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.

Seorang shahabat bernama Hanzhalah bin Shaifi yang menjadi penulis (katib) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam menyatakan : ‘Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam menugaskan aku dan mengingatkan aku (untuk membagi-bagikan harta) atas segala sesuatu (harta yang diperoleh) pada hari ketiganya : Tidaklah datang harta atau makanan kepadaku selama tiga hari, kecuali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salamselalu mengingatkannya (agar segera didistribusikan). Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidak suka melalui suatu malam sementara ada harta (umat) di sisi beliau. (Zallum, 1983).

Pada umumnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam membagi-bagikan harta pada hari diperolehnya harta itu. Hasan bin Muhammad menyatakan :‘Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidak pernah menyimpan harta baik siang maupun malamnya…‘
Dengan kata lain, bila harta itu datang pagi-pagi, akan segera dibagi sebelum tengah hari tiba. Demikian juga jika harta itu datang siang hari, akan segera dibagi sebelum malam hari tiba. Oleh karena itu, saat itu belum ada atau belum banyak harta tersimpan yang mengharuskan adanya tempat atau arsip tertentu bagi pengelolaannya (Zallum, 1983).
Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar